Rabu, 05 Februari 2014

Because I Know...

Aku menyadari suatu hal siang ini. Diantara tugas yang berebut diselesaikan lebih dahulu, aku menemukan hatiku berteriak. Apa yang ada di dalam kepala ini mendesak untuk dikeluarkan.
Rangkaian kata yang terpampang di depanmu ini adalah hasil olahan emosi ku.

Aku sampai di titik ini.

Karena aku tahu, sia-sia menghapus cinta yang masih mengeuforia. Percuma menampik luka yang sebenarnya fana. Aku memang masih mencintaimu seperti dulu kita bertemu. Meskipun tidak ada lagi hasrat untuk memilikimu, tidak ada lagi serpihan rasa untuk meraihmu, aku tahu.Aku masih membiarkanmu menginvasi imajinasku seperti lima bulan lalu.

Aku tidak punya kuasa mengendalikan bayangmu, meski aku tahu aku mampu.

Tahu apa mereka tentang perasaanku untukmu?
Tahu apa mereka tentang semua yang telah kita lewati bersama?
Tahu apa mereka tentang luka yang kau biarkan membisa setelah kau pergi?
Ya, aku marah! Bukan pada keadaan. Tetapi pada otak-otak sempit diluar sana yang seakan tahu isyarat antara kita.

love is really nothing
but a dream that keeps waking me
for all of my trying
we still end up dying
how can it be?
(Edge of Desire - John Mayer)
pic taken from google


Biarlah mereka bercerita tentang kita. Tentang kamu dan aku. Biarkan semesta membiaskan jalan setapak yang kita lalui dan telah memisahkan. Aku memang masih mencintaimu seperti dulu kita bertemu. Aku tidak peduli, demi Tuhan.

Mungkin aku memang tidak bisa mencintaimu sesempurna wanita-wanita itu. Tekadku bertahan sangatlah tipis seperti asa yang membumbung dan langsung lebur ketika terhempas. Jangan pandang usia sebagai takaran keseriusan cinta yang aku layangkan untukmu. Inilah kejujuran yang aku utarakan. Bahwa aku memang masih mencintaimu seperti dulu kita bertemu.

Kedewasaan mengajarkanku untuk melepasmu. Mereka mengira aku tak punya cukup kekuatan untuk memperjuangankanmu. Tunggu, jangan berpikir begitu!

Namun, sudah lebih dari empat ratus ribu detik yang lalu aku belajar.
Aku mendengarkan logika ku berbicara setelah sekian lama aku abaikan. Logika ku menasihati nurani ini. Bahwa masih banyak cara untuk mencinta. Masih banyak cara untuk menghargai perasaan ini tanpa perlu ternodai.

Memilikimu meski hanya dalam hati. Teringat dulu mencium dahimu, mengacak rambutmu yang terbiasa rapi itu, mendapatkan ragamu disampingku seraya memeluk dan berkata "Aku bukan orang yang pantas kamu rindukan. Aku hanya akan membuatmu bersedih" yang langsung ku bantah. "Aku tau kamu bukan orang yang pantas aku rindukan. Tapi bukan aku. Tapi hatiku yang pantas merindukanmu". Kita lalu terdiam dan kau mengelus rambut ini. Detik itu aku merasakan ketakutan yang terbesar selain kehilanganmu. Yaitu ketakutan merindukan masa ini lagi. Ketika kata tidak pantas itu terbukti.

Kamu yang datar dan suka membuatku sebal kini menjadi sosok yang mengisi kerinduan. Tidak ada yang pantas disalahkan. Aku menikmati saat ini karena tidak ada rasa marah dan sesal.

Yang aku rasakan sekarang hanya bersyukur. Aku mengingatkan diri bahwa tidak pantas ada menyesal. Semua bermakna meski mengundang duka, dulu. Aku bersyukur pernah berada di sisimu. Pada semesta yang telah menyatukan dan memisahkan kita. Seakrang tidak lagi aku khawatir akan perpisahan kita. Aku percaya waktu dan takdir akan menjawabnya. Aku yang kau lihat sangat mudah sembuh dari luka dan berpindah, hanyalah fatamorgana.

Disinilah, caraku mencintaimu. Bahagia melihat kebahagiaanmu.

Biarlah kita masing-masing mengais kebahagiaan yang seakan selalu meminta dikejar meski dia sebenarnya sudah ada dalam diri kita. Aku disini, selalu berdoa untukmu. Percayalah, tidak ada lagi dendam dan angkara murka serta tangis merana. Kau akan selalu menjadi orang yang pantas untuk diperjuangkan, untuk ku dari orang lain yang merasa begitu.

Selesai ditulis 5 Februari 2014
12:54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar