Sejak malem, news feed BBM nggak
jauh-jauh soal kenaikan BBM. Ada yang setuju, ada yang biasa aja (karena mereka
make Sh*ll), ada yang marah-marah dan blame pemerintahan Jokowi, yang tersesat
malah ngomongin soal UCL. So, i turned off BBM notifications and got to sleep
late.
Besok pagi? Makin parah. Ada yang
nggak tau harga premium naik. Ada yang (masih) sibuk berkoar dan menyalahkan
pihak atas. Lama-lama gue gerah juga sama yang blabbering shits ini. So, here’s
some of their opinions about gasoline price recently.
BBM naik kesel setengah mati. Harga rokok naik masih tetep selow
Besok ke sekolah gue jalan kaki aja dah
Besok beli minyak jelantah buat ganti premium
Ini nih janji Pak Presiden soal menyejahterahkan rakyat?! Ini namanya
menginjak-injak rakyat sendiri
I laughed so hard like Godzilla
when read the last comment. It came from my ex-teacher and he’s in university
right now. Ini nih mahasiswa calon penerus bangsa? All I can assume is, his
comment was very subjective, not objective.
Begini ya, terlepas dari gue
pernah menjadi pendukung Jokowi saat Pemilu 2014 kemarin, masalah kenaikan
premium ini nggak bisa di blame
sepenuhnya ke pemerintahan Jokowi. To put it bluntly, dari dulu harga bbm kan
naik, cepat atau lambat pasti harga BBM selalu punya ancang-ancang untuk naik.
Jadi, sorry, buat kalian yang marah berlebihan kepada pemerintah sekarang
(apalagi kalau kalian oposisi), kalian tolol. :)) Kemana aja suara kalian pas
BBM naik menjadi Rp. 6500/liter beberapa tahun lalu? Logikanya adalah, bahan
bakar adalah sumber daya terbatas dan selalu menipis stoknya, kalaupun naik ya
pasti wajar lah.
Kedua, dengan naiknya harga BBM,
otomatis anggaran dana negara bisa dihemat secara efisien dan dialokasikan
untuk pembangunan di berbagai sektor. Konsumsi BBM berada di poin prioritas
kedua setelah makanan. Pemerintah ya ngga bakal bisa selamanya menetapkan
anggaran yang begitu besar hanya untuk
subsidi BBM sementara banyak program pembangunan yang harus dijalankan. Ini
tuh ibarat kalian pengen tetap makan enak, kesehatan terjamin, duit keluar
sedikit tapi sekalian meras orang tua yang tercekik anggaran tetap setiap
bulannya. Pengorbanan Rp. 2000 di kita sebenarnya belum seberapa dengan
kenaikan yang dialami warga Indonesia timur. Orang timur harga BBMnya bisa
bikin mata melotot hati kebakaran jenggot. Tapi bisa kita lihat, they still
struggle to extend their living with the fantastic gasoline price. Bagi mereka
itu biasa, kita bisa bilang gitu. Tapi harusnya kita bisa berpikir, bukankah
egosentris banget kalau kita disini merongrong soal kenaikan BBM sementara
tujuan kenaikan tersebut juga untuk membantu mereka disana? Think again!
Ketiga, udah pernah ada yang
nonton Brain Games season 2 pas episode “You Decide” ? Disitu dijelaskan soal
manusia yang setiap hari dihadapkan oleh pilihan sesimpel apapun. Ketika lo
dikasih pilihan mau beli popcorn ukuran besar dengan harga $7 atau yang kecil
seharga $3, most of people choose the small one. Kenapa? Karena gap harga yang
besar antara dua ukuran tersebut membuat otak kita memutuskan untuk memilih
yang kecil, dengan asumsi itu sama-sama popcorn dan cuma makanan selingan. Not so fancy. Tapi, ketika
diberikan distraksi berupa ukuran medium seharga $6,50 orang-orang malah pick
the large one. Kenapa pula? Karena saat itu cortex otak manusia (cmiiw) memilah
dan membandingkan. Intinya, semakin tipis gap harga satu ukuran dengan lainnya,
kita akan memilih yang lebih besar/lebih baik dengan asumsi akan merugi bila
milih yang lebih kecil/biasa aja. We were being manipulated by our own brains,
congratulations!
So that’s why, in my assumption,
pemerintah secara tidak langsung mempersuasi kita agar beralih ke pertamax dan
(secara tidak langsung) pula menjaga kualitas mesin dengan memakai bahan bakar
dengan kulitas yang lebih baik :).
Gue bukan fanatis Jokowi, bukan
groupies kotak-kotak. Bagaimanapun, ketika presiden pilihan gue berhasil
memimpin negara, tugas kita sebagai warga negara tetap harus mengawasi. Oposisi
bukan soal prinsip, oposisi adalah soal hak dan tanggung jawab warga negara.
Pipis, love, and gaol
Nyoron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar