Sekali lagi gue berjalan tanpa arah. Kemarin sore, di
senja yang cerah dan sejuk mendamba. Ketika mentari sudah rindu peraduan dan
langitnya makin bersaru warna, hati kecil gue merengek sebuah perjalanan baru. Dia merajuk
lembar baru dalam sebuah cerita.
Berhubung besok hari sekolah, gue gak bisa pergi
terlalu jauh. Yakali, besok hari Kamis (notabene hari neraka ya di kelas gue)
gue malah jalan jalan ke Bogor. No, itu ada lah waktunya. Mungkin nanti. Sambil
bersantai mencipak-cipakan kaki di kolam renang dengan kedalaman 130cm Pondok
Kelapa, gue memandang langit. Baru teringat kalau gue ada rencana buat tato.
Harusnya gue kalo urusan mentinta tubuh gue bakal ngontek temen gue, Kak Isaac,
tapi yaudahlah. Selesai berenang, gue langsung berangkat ke BKT Pondok Bambu.
Gue pikir pencarian tukang rajah tubuh ini bakal gampang, eh taunya harus jalan
sekitar 1 km dulu.
Gue turun di jembatan BKT Pondok Bambu dan langsung
menyusuri sisian kanal. Para pedagang udah mulai ramai menata lapaknya.
Generator mulai dipasang, rak baju mulai di pajang, dan deretan sepatu sudah
tergelar. Kaki gue masih melangkah diiringi baterai hape yang semakin menipis.
Baru 20 meter jalan, gue udah nemu tukang penjual batu akik. I just stopped by
and take a look for awhile.
Liat-liat sebentar, gue berjalan lagi. Gak sampai 20
meteran, udah ketemu banyak penjual batu akik. I surprised ternyata disini
banyak juga yang jual mentahan maupun akik jadi. Gue selalu dapet pandangan
heran plus takjub setiap berhenti di lapak batu akik dari penjual maupun yang
lagi nongkrong disitu. Katanya jarang ada cewe yang ngerti batu mulia. Gue sih
ketawa-tawa aja setiap kali digodain cewek jejadian ama abangnya, hehehe.
Ada satu lapak di pinggiran jalan. Ini kalo nggak
salah lapak ke sepuluh yang gue samperin. Lapaknya gelap, Cuma ada satu lampu
yang dipajang di tengah-tengah baskom berisi batu mentah. Gue samperin aja. Ada
dua mas-mas yang lagi merokok sambil ngobrol selow. Pas gue senyumin, mereka
bales senyum heran gitu. Wajarlah, jarang mungkin ada makhluk beda gender
nyamperin lapak mereka. Gue liat-liat mentahannya, ternyata mentahan garut dan
itu banyaaaaak banget. Satu hal yang bikin gue seneng sekaligus betah ngobrol
di lapak ini, mereka gak cuma ngejual batu. Tapi, mas-masnya emang fasih soal
batu which means, they shared their knowledge about gemstones to me. Mereka
nunjukkin mentahan batu garut mereka. Ada Garut Hijau, Garut Kuning, dan yang
paling bikin gue tertarik itu Garut Lavender <3. Jujur, gue belum pernah
liat Garut Lavender sebelumnya dan ternyata cantik banget. Cinta pertama gue
sih tetep ya di Safir Birma, disusul Kecubung Kalimantan :)
Mereka juga jual mentahan Black Opal, Kalimaya,
Labradorite, dsb. Yang gue suka di lapak ini, iketannya (cincinnya) banyak
bentuknya. Sayang, gue gak bisa ambil foto berhubung hape gue lowbatt parah dan
harus gue hemat buat nujukkin desain tato. Ada iketan feminim, gak terlalu
besar kayak cincin bapak-bapak gitu terbuat dari alloy. Mereka juga ngasih info
ke gue soal Opal Afrika yang refleksi warnanya lebih banyak sekaligus bisa
tembus cahaya rapi. Kelamaan deh gue nongkrong disana, akhirnya gue izin cabut
ke tempat tato.
Jalan, jalan, jalan sambil melihat kehidupan di
sekitar gue. Ternyata, di BKT Cipinang Indah ini banyak juga jual barang-barang
yang bagus dengan harga miring. Contohnya, jaket kulit yang di toko bisa Rp 500
ribu lebih, disini dibanderol Cuma Rp 100rb-300rb. Country boots juga dijual
disini ternyata hahaha. Penjual kerang rebus, sosis bakar, jagung pipil, baju
anak, sepatu, dan tas semua berdampingan harmonis. Cuaca juga kebetulan lagi
sejuk malem itu.
Akhirnya setelah jalan 600 meteran, ketemu juga lapak
tattoo nya. Pas gue samperin, orangnya lagi beli kopi ternyata. Gue duduk
sambil liat-liat desainnya. Sang empu lapak akhirnya dateng. Pria berusia
sekitar 40-an, tambun, rambut panjangnya dikuncir hingga jidatnya kelihatan
dengan pembawaan tenang nan memabukkan. Serius. I just feel he has a dark side
which is enchanting somehow. Dangerous yet flirtatous.
Dia melihat gue dengan senyum kecil, terus duduk. Gue
bertanya dulu soal tarif berhubung gue lagi gak bawa banyak uang. Gue
menunjukkan satu gambar origami rubah yang gue adaptasi dari internet. Gue
bilang di gambar dulu aja berhubung batere hape gue lagi lowbatt banget. Sepakat,
harganya 20 ribu (yang pada akhirnya dia diskon jadi 15rb saja). Pas ditanya
mau di tato dimana, gue nunjuk cleavage gue.
Dia mengangguk pertanda sudah maklum mendapat tawaran di tempat sensitif itu. Gue? Gue sih santai aja,
karena gue emang pengen kok. Emang agak nggak nyaman sih, di pinggir BKT gitu
tapi bodo amat hehe.
And, the tatoo process begin!
Dia mencampur pasta henna nya sama kopi yang barusan dia minum. Gue agak heran sih,
kenapa gak pakai air.
“Kalau pakai kopi, lebih cepat meresap dan warnanya
tahan lama,” jawabnya tanpa gue tanya seakan tahu isi otak gue.
Gue mengangguk aja sambil menurukan kerah kaus. Dia
mulai membuat outlinenya make pulpen dan itu geliiiiii banget hahah. :)) mbosok aku engas Cuma gegara di tato sik? Oke
lanjut, selama proses mentato gak mungkin banget kan garing-garing gak ngomong.
Akhirnya nanya gue kuliah dimana,
kerjanya apa, kenapa mau tato, kenapa pilih tato ini dsb. Gue bikin short
conversationnya deh. Anyway, namanya Aan Samudra. Dia cerita, he known as
theatre actor and He even performed in front of Mr. Jusuf Kalla (co-President
of Indonesia 2004-2009 period).
Aan :
“Kenapa mau tattoo?”
Gue : “Emang
pengen, Mas. Udah lama”
Aan :
“Bandel ya berarti. Kok pilih tato ini? Ini tato apa?”
Gue : “Oh,
ini tato origami rubah, Mas. Saya suka filosofinya. Rubah itu di hutan punya
kedudukan lumayan tinggi. Suaranya tidak senyaring singa tetapi wibawanya
setara. Lagian dia kayaknya selalu menyendiri gitu walau punya koloni. Saya
pikir kepribadian saya mirip sama rubah. Meskipun saya dikelilingi banyak
teman, saya selalu merasa sendirian. Tapi, kesendirian yang hangat”
Aan :
“Hati-hati. Jangan sampai termakan filosofi sendiri. Kamu tau bunglon?”
Gue :
*mengangguk*
Aan :
“Bunglon selalu berubah warna. Merah, hitam, abu-abu, transparan. Namanya
berubah gak?”
Gue :
“Engga”
Aan : “Nah,
begitulah. Jangan sampai identitas aslimu hilang”
Aan :
“Setiap kehidupan dimulai bukan dengan kata, tapi rasa. Kehidupan diakhiri oleh
hening bukan bening. Bening itu masih bisa ternoda sedangkan keheningan itu
statis”
Gue terdiam menunggu kata-kata selanjutnya dari Mas
Aan.
Aan :
“Setiap hitam, selalu punya putih, begitu juga sebaliknya. Jadi, gak usah
takut jadi bagian hitam, gak usah takut
jadi bagian putih. Kamu pernah gak ngebayangin buat masuk di dunia yang nggak
pernah kamu bayangkan?”
Gue :
“Engga, Mas. Paling Cuma sekedar pengen tau”
Aan : “Ya
itulah, kalau kamu ingin, coba saja”
Terus dia cerita soal pribadinya.
Aan : “Saya
itu pembuat topeng dari tai. Tai saya sendiri, saya bentuk jadi topeng wajah.
Sampai sekarang masih ada di galeri seni di Tanggerang. Orang teater TIM, GKJ,
dan sebagainya lebih kenal saya sebagai Mbah
Sastra. Saya pernah tuh main teater di depan Pak Jusuf Kalla sekitar tahun
2008 dan tampil bugil. Saya sempet di kritik dan dikejar wartawan. Tapi, untung
saja beritanya gak meledak. Saya paling males jadi orang terkenal. Saya di
kritik sebagai aksi pornografi dan pornoaksi. Tapi, saya gak mikirin. Toh, saya
melakukannya di panggung pertunjukkan. Sebuah pertunjukkan seni, jadi saya
anggap itu lakon kesenian. Hal porno itu kalau tempatnya di lokalisasi, rumah
bordil, Sarkem dan gang Dolly gitu. Tapi, ya namanya juga kita tinggal di Indonesia. Pak JK nya aja
ketawa-tawa santai saja”
Gue tertarik banget pas denger ini. Soalnya beritanya aja gak ada
dimana-mana. Ngobrol lagi ngalor ngidul. Soal studio tato dia. Dia ternyata
juga buka jasa tato permanen yang letaknya di Cipinang Indah, persis di bawah
BKT yang sedang kita duduki sekarang. Pas gue utarain niat gue buat tatoan, dia
wanti-wanti gue banyak banget.
Aan :
“Umur kamu
berapa?”
Gue :
“17, Mas.
Legalnya nanti 4 tahun lagi”
Aan :
“Udah yakin mau
tatoan? Mau kerja gak kamu nantinya?”
Gue :
“Saya masih mau
kerja, Mas. Makanya saya tattoo nya di bagian tubuh yang nggak kelihatan”
Aan :
“Mau dimana?
Gambar apa?”
Gue :
“Rusuk,
blablablablab, blablabla. Nama anak saya nanti, Benjamin sama Prudence.
Beberapa gambar yang saya pengen masukin”
Aan :
“Udah siap mental
buat dirajah? Buat dipandang negatif sama orang?”
Gue :
“Udah, Mas”
Aan :
“Yaudah, kalo
nanti udah legal dateng aja ke studio. Banyak anak-anak yang bakal nanganin
kamu. Don’t drunk antara kamu dan tato artisan nya”
Obrolan kita melebar. Baru pertama
kali gue ketemu tukang tato yang ngomongnya filsafat abis hahaha. Setiap dia
ngomong apa, I used to assign the meaning :)). Berasa lagi bincang ekslusif
sama Nietzche #halah. Ternyata dia juga suka puisi karya sastrawan lokal,
pernah belajar di bengkel teater W.S. Rendra dsb. Sore itu di tutup dengan
cuaca mendung yang pekat diiringi 15 ribu yang gue selipkan di tangannya dan
tato di dada gue. Gue berjanji dalam hati buat tato disini lagi.
Seperti biasa, dalam sebuah
perjalanan random pasti gue ambil pelajarannya. Hikmah yang gue dapet semalem
adalah, menjadi pribadi baik maupun buruk adalah pilihan masing-masing. Tetapi,
menjadi baik atau buruk di mata masyarakat bukanlah pilihan kita, jadi cuek
aja.
Luv,
Nyoron
Selesai ditulis 22-05-2014